PENGEMBANGAN KEILMUAN EKONOMI ISLAM
TERHADAP MAHASISWA
oleh. Ahmad Yamany Arsyad
Islam merupakan agama yang kāffah, yang mengatur segala perilaku kehidupan manusia. Bukan hanya menyangkut urusan peribadatan saja, urusan sosial dan ekonomi juga diatur dalam Islam. Oleh karenanya setiap orang muslim, Islam merupakan sistem hidup (way of life) yang harus diimplementasikan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupannya tanpa kecuali.
Sudah cukup lama umat manusia mencari sistem untuk meningkatkan kesejahteraan khususnya di bidang ekonomi. Selama ini memang sudah ada beberapa sistem, diantaranya dua aliran besar sistem perekonomian yang dikenal di dunia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem ekonomi sosialisme. Tetapi sistem-sistem itu tidak ada yang berhasil penuh dalam menawarkan solusi optimal. Konsekuensinya orang-orang mulai berpikir mencari alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak kalangan diyakini lebih menjanjikan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ini berpijak pada asas keadilan dan kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem ini bersifat universal, tanpa melihat batas-batas etnis, ras, geografis, bahkan agama.
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia dalam beberapa tahun terkahir ini, baik pada tataran teoritis-konseptual (sebagai wacana akademik) maupun pada tataran praktis (khususnya di lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank), sangat pesat. Perkembangan ini tentu saja sangat menggembirakan, karena ini merupakan cerminan dari semakin meningkatnya kesadaran umat Islam dalam menjalankan syariat Islam. Hal ini konsekuensi dari pemahaman bahwa ekonomi Islam bukan hanya sekedar konsepsi. Ia merupakan hasil suatu proses transformasi nilai-nilai Islam yang membentuk kerangka serta perangkat kelembagaan dan pranata ekonomi yang hidup dan berproses dalam kehidupan masyarakat. Adanya konsep pemikiran dan organisasi-organisasi yang dibentuk atas nama sistem ini sudah tentu bisa dinilai sebagai model dan awal pertumbuhannya. Tapi ia masih membutuhkan model-model banyak lagi, agar membentuk kesatuan yang lebih terpadu serta memiliki daya kemampuan untuk menghasilkan atau darinya dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan yang dapat diuji dalam penelitian dan praktek.
Kendati perkembangan ekonomi Islam saat ini sangat prospek namun dalam pelaksanaannya masih menemukan berbagai kendala sekaligus tantangan, baik pada tataran teoritis maupun pada tataran praktis, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada tataran teoritis misalnya belum terumusnya secara utuh berbagai konsep ekonomi dalam ekonomi Islam. Sedangkan pada tataran praktis belum tersedianya sejumlah institusi dan kelembagaan yang lebih luas dalam pelaksanaan Ekonomi Islam. Adapun dari aspek internal adalah sikap umat Islam sendiri yang belum maksimal dalam menerapkan ekonomi Islam. Sedangkan dari aspek eksternal adalah praktik-praktik kehidupan ekonomi yang sudah terbiasa dengan konsep-konsep ekonomi konvensional.
Kini, ekonomi Islam - dalam berbagai model dan bentuknya - memasuki tahap dimana suatu pendekatan yang lebih kritis dan integratif terhadap keseluruhan teori dan praktiknya sangat penting dilakukan. Sudah waktunya untuk mencari perbaikan yang lebih besar dan mutakhir. Berbagai pihak yang terlibat dengan disiplin ini, dihadapkan pada tugas-tugas yang menantang, yaitu meninjau ulang seluruh situasi, paling tidak pada tiga persoalan berikut. Pertama; membawa bersama usaha yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam suatu pandangan sistem ekonomi Islam yang menyeluruh, tidak terkonsentrasi pada elemen khusus dari persoalan ekonomi Islam saja. Kedua; meninjau ulang secara kritis berbagai model implementasi ekonomi Islam. Yang bertujuan untuk menguji teori-teori dan mengevaluasi lembaga-lembaga yang tumbuh terhadap kemungkinan kendala-kendala dan hambatan yang muncul. Ketiga; perlu meletakkan keseluruhan teori dan praktek perekonomian Islam dalam perspektif ekonomi dan moral Islam serta tata sosial. Unsur apapun dari sistem Islam, betapun pentingnya, tidak dapat melahirkan hasil yang diinginkan jika operasi dalam kesendirian. Hal ini harus mengarah pada perubahan-perubahan komplementer untuk melengkapi proses. Misalnya penghapusan riba, itu hanyalah salah satu aspek dari program ekonomi Islam. Ia harus diikuti dengan, dan diperkuat melalui perubahan-perubahan struktural dan motivasional lainnya.
Sehingga dari upaya-upaya diatas diharapkan sampai pada pengembangan suatu sistem ekonomi Islam yang komprehensif. Dalam konteks inilah, penulis dalam tulisan ini mencoba memaparkan ekonomi Islam: Prospek dan Tantangannya khususnya pengalaman di Indonesia, antara lain; berhubungan dengan lembaga keuangan Syariah dan Pengembangan Kurikulum Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam.
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
Menurut bahasa, ekonomi Islam terdiri dari atas dua kata yaitu ekonomi dan Islam. Kata “ekonomi”, berarti perihal mengurus dan mengatur kemakmuran, dan sebagainya. Dan kata lain “Islam”, berarti agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya guna diajarkan kepada manusia, secara estafet dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Jadi, ekonomi Islam adalah ekonomi atau perihal mengurus dan mengatur kemakmuran berdasarkan agama dan aturan-aturan yang telah disyari’atkan oleh Islam, atau pengaturan kemakmuran berdasarkan prinsip ekonomi dalam Islam.
Menurut istilah, Muhammad Abdul Mannan mendefenisikan pengertian ekonomi Islam itu sebagai berikut:
Ekonomi Islam, merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
Selain defenisi di atas ada pula beberapa defenisi ekonomi Islam, antara lain;
Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hukum syariah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan dan pembuangan sumber-sumber material dengan tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada Allah dan masyarakat.
Menurut M. Nejatullah Siddiqi;
Ekonomi Islam adalah pemikir muslim yang merespon terhadap tantangan ekonomi pada masanya. Dalam hal ini mereka dibimbing dengan al-Qurān dan Sunnah beserta akal dan pengalaman.
Rumusan menurut Syed Nawab Heider Naqvi;
Ekonomi Islam merupakan representasi perilaku Muslim dalam suatu masyarakat Muslim tertentu.
Adapun defenisi lain yang lebih lengkap bahwa Ekonomi Islam adalah ilmu, teori, model, kebijakan serta praktik ekonomi yang bersendi dan berlandaskan ajaran Islam, dengan al-Qurān dan al-Hadits sebagai rujukan utama serta ijtihad sebagai rujukan tambahan.
Dari penjelasan ruang lingkup dan beberapa defenisi ekonomi Islam di atas, dapat dipahami bahwa ekonomi Islam sesungguhnya adalah bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan ajaran Islam (sistem). Dan juga paling tidak dapat menjawab persoalan seputar apakah ada sistem ekonomi Islam yang selama ini menjadi perdebatan. Hal ini misalnya bisa dilihat dari perspektif keilmuan bahwa sistem ekonomi Islam dapat memenuhi semua unsur yang ada pada sistem Kapitalisme dan sistem Sosialisme yang bisa dimasukkan dalam sebuah “sistem”. Misalnya unsur-unsur yang berkaitan dengan; paradigma, dasar pondasi mikro, dan landasan filosofis. Perbandingan sistem Kapitalis, Islam dan Sosialis dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Skema Sistem Ekonomi
Sedangkan landasan filosofis ekonomi Islam menurut Adiwarman Karim, terbagi atas empat hal, yaitu: Pertama, prinsip tauhid, yaitu dimana kita meyakini akan kemahaesaan dan kemahakuasaan Allah SWT didalam mengatur segala sesuatunya, termasuk mekanisme perolehan rezeki. Sehingga seluruh aktivitas, termasuk ekonomi, harus dilaksanakan sebagai bentuk penghambaan kita kepada Allah SWT secara total. Yang kedua, prinsip keadilan dan keseimbangan, yang menjadi dasar kesejahteraan manusia. Karena itu, setiap kegiatan ekonomi haruslah senantiasa berada dalam koridor keadilan dan keseimbangan. Kemudian yang ketiga adalah kebebasan. Hal ini berarti bahwa setiap manusia memiliki kebebasan untuk melaksanakan berbagai aktivitas ekonomi sepanjang tidak ada ketentuan Allah SWT yang melarangnya. Selanjutnya yang keempat adalah pertanggungjawaban. Artinya bahwa manusia harus memikul seluruh tanggungjawab atas segala keputusan yang telah diambilnya.
Berbagai karakteristik dan landasan filosofis di atas memberikan panduan kepada kita didalam proses implementasi ekonomi Islam. Hal ini memberikan keyakinan kepada kita bahwa sistem ekonomi Islam ini merupakan solusi di masa yang akan datang, karena mengandung nilai dan filsafat yang sejalan dengan fitrah dan kebutuhan hidup manusia, tanpa membedakan suku, agama, ras, maupun atribut-atribut keduniaan lainnya. Perlu disadari bahwa sistem ekonomi Islam ini tidak hanya diperuntukkan bagi kaum muslimin saja, tetapi juga memberikan dampak positif kepada kalangan non muslim lainnya.
2. Ruang Lingkup Ekonomi Islam
Para ulama berbeda dalam pengelompokan ajaran Islam. Secara umum ulama mengklasifikasikan ajaran Islam menjadi tiga bagian, yakni: (1) akidah, (2) syari’ah, (3) akhlak-tasawuf. Pengelompokan lain adalah (1) ilmu kalam, (2) Ilmu akhlak, (3) ilmu fikih. Sementara syari‟ah jika diidentikan dengan fikih (hukum Islam), maka klasifikasi hukum Islam (fikih) juga berbeda para ulama dalam mengelompokkannya. Antara lain misalnya, fikih meliputi; (1) ibadah, (2) mu‟amalat, (3) „uqubah. Sementara Muhammad Ahmad al Zarqa ulama kontemporer, membagi fikih menjadi dua bagian: (1) ibadah, yaitu aturan Tuhan dengan hambaNya; dan (2) mu‟amalat, yakni hukum yang mengatur hubungan sosial, baik secara perseorangan maupun kolektif.
Sementara sistematika hukum Islam secara luas dapat dilihat pada bagan berikut
Gambar 2.Sistematika Hukum Islam
Dari keterangan di atas, maka wilayah kajian ekonomi Islam terdapat dalam fikih Mu’amalat, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain yang berkenaan dengan harta (al-amwal), hak, dan pengelolaan harta (al-tasharruf) dengan cara transaksi (akad) dan lainnya. Secara ringkas ekonomi Islam meliputi: (1) benda dan kepemilikan, (2) persoalan hak dan hal-hal yang berhubungan dengannya, (3) perikatan atau akad yang berhubungan dengan kedua hal tersebut.
Dalam kerangka ekonomi, barang dan jasa adalah dua komoditas utama yang diperlukan manusia untuk mencukupi segala kebutuhannya, yang masing-masing memiliki nilai guna yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan itu. Makanan memiliki nilai guna berupa energi, rumah sebagai tempat tinggal dan perlindungan, mobil sebagai alat transportasi dan sebagainya. Nilai guna yang ada pada barang dan jasa terdiri dari dua hal. Pertama, tingkat kepuasan atau kesenangan yang dapat dirasakan oleh manusia ketika berhasil memiliki barang atau jasa yang dibutuhkan. Kedua, kegunaan (utility) yang diperoleh dari barang atau jasa secara langsung. Pada jasa, misalnya, kegunaan tenaga fisik manusia untuk memindahkan barang; pikiran atau keahlian untuk merancang mesin produksi dan sebagainya. Kegunaan pada barang bisa didapat dengan cara mengkomsumsinya, seperti pada makanan dan minuman; atau hanya mengambil manfaatnya saja seperti pada pakaian, mobil, rumah dan sebagainya.
Melalui syariah, Islam menetapkan bahwa kepemilikan atas harta tidaklah ditentukan oleh jenis harta yang dapat dimiliki ataupun berdasarkan pada penilaian apakah harta itu disukai atau tidak, memberikan manfaat atau tidak. Terdapat cukup banyak benda yang oleh sebagian orang disukai seperti daging babi, minuman keras, uang hasil riba dan sebagainya, tetapi dalam Islam dilarang keras untuk dimiliki. Harus dimengerti bahwa penilaian manusia sangatlah bersifat relatif sekaligus spekulatif . Nilainya bisa benar, bisa pula salah. Adapun ketentuan Allah swt. pastilah benar. Dialah Yang paling tahu mana yang bermanfaat dan mana yang tidak. Yang Allah swt. bolehkan pasti baik dan yang Dia larang pasti buruk bagi manusia.
Untuk mengetahui hubungan antara agama dan perilaku ekonomi maka harus dipelajari bidang dan lingkup masing-masing. Secara umum, agama diartikan sebagai persepsi dan keyakinan manusia terkait dengan eksistensinya, alam semesta, dan peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan manusia sehingga membawa kepada pola hubungan dan perilaku manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam semesta.
Ekonomi, secara umum, didefenisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia.
Ruang lingkup ekonomi meliputi satu bidang perilaku manusia terkait dengan konsumsi, produksi, dan distribusi. Setiap agama, secara defenitif, memiliki pandangan mengenai cara manusia berperilaku mengorganisasi kegiatan ekonominya. Meskipun demikian, mereka berbeda dalam intensitasnya. Agama tertentu memandang aktivitas ekonomi sebagai kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sebatas untuk menyediakan kebutuhan materi namun dapat mendorong pada terjadinya disorientasi terhadap tujuan hidup. Karenanya agama memandang bahwa semakin manusia dekat dengan Tuhan, semakin kecil ia terlibat dalam kegiatan ekonomi. Kekayaan pandangan akan menjauhkan manusia dari Tuhan.
B. Petunjuk tentang Perlunya Ekonomi Islam
Pada abd ke-18, lahir sebuah paham dari seorang Adam Smith (1723-1790) di Inggris dan dinamakan liberalisme. Ajaran laiser aller, laisser passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi paham ini. Dari paham ini ternyata lahirlah kaum borjuis dan pada akhirnya memunculkan sistem ekonomi kapitalis.
Sistem ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang menuntut penggunanya meraih keuntungan semaksimal mungkin dengan membenarkan semua cara asalkan keuntungan yang didapat bisa sangat memuaskan penggunanya. Sistem inilah yang sekarang menguasai hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.
Sistem ekonomi kapitalis memberikan dampak berupa kemiskinan. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga telah mencetak orang-orang yang bermental negatif. Mental negatif yang dimaksu adalah sikap kapitalisme pada diri pelaku ekonomi kapitalis seperti hanya memiliki orientasi pada keuntungan dan kenikmatan dunia semata tanpa memperhatikan keadaan orang lain serta aturan-aturan antara manusia dan penciptanya. Jelas, keadaan ini hanya menguntungkan manusia jika dilihat dari sisi duniawi, tapi jika dilihat dari hubungan vertikal manusia dan penciptanya, hal ini membuat manusia melupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang kekal setelah hari akhir nanti yaitu kehidupan di alam akhirat.
Bukti nyata kegagalan sistem ekonomi kapitalis adalah kemiskinan yang sampai hari ini belum bisa dihilangkan dengan tuntas, baik di Indonesia maupun di seluruh negara berkembang. Kalaupun ada kemiskinan yang terlihat berkurang, itu hanya bersifat semu, dalam artian kemiskinan yang berkurang tersebut hanya menyentuh sebagian orang saja dan tidak bersifat menyeluruh.
Islam sebagai agama yang sempurna, seperti yang tercantum dalam Al Quran, Q.S. al-Māidah (5) : 3 yang berbunyi:
• • •
Artinya : diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah , daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah , (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu untuk kamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Pada penggalan arti dari ayat di atas yang menyebutkan bahwa “pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu untuk kamu”, bila dikaitkan dengan permasalahan ekonomi yang dihadapai maka dapat berarti memberikan sebuah solusi dari permasalahan yang disebabkan oleh sistem ekonomi kapitalis melalui sistem ekonomi Islam atau yang kita kenal saat ini sebagai Ekonomi Syariah.
Secara singkat, dapat dijelaskan Ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah adalah sebuah sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran Islam dimana sistem ekonomi ini tidak hanya berorientasi kepda keuntungan dunia tapi juga berorientasi keselamatan dunia dan akhirat para penggunanya. Sistem ekonomi Islam sebenarnya telah ada sekitar 14 abad yang lalu pada masa Rasullah SAW.
Sistem ekonomi Islam mengajak para pelakunya untuk lebih peduli kepada sesama manusia sebagai salah satu sarana dalam mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Contoh dari perbuatan tersebut antara lain adalah, setiap pelaku ekonomi Islam yang memiliki rezeki lebih baik dari saudaranya harus menolong saudaranya yang kesejahteraannya tidak begitu baik jika dibandingkan dengan dirinya. Selain itu, dalam sistem ekonomi Islam tidak membenarkan praktik-praktik ribawi seperti pada sistem ekonomi kapitalis karena riba dapat mendzalimi sesama manusia.
Ekonomi Islam diyakini dapat memberikan efek positif terhadap kesejahteraan umat. Dengan pengelolaan ZIFWAF (Zakat, Infaq, Wakaf, dan Sedekah) yang baik, Insya Allah kesejahteraan umat dapat ditingkataktan sekaligus mengurangi angka kemiskinan. Seperti yang terjadi pada zaman Umar Bin Khattab, Gubernur Yaman Muadz Bin Jabal harus mengirim zakat ke Madinah karena pada waktu itu tidak ada lagi orang miskin di Yaman. (Ahmed, 2004). Dan juga, semua praktik ekonomi yang menggunakan sistem ribawi harus segera ditinggalkan.
Ekonomi Islam telah berkembang hampir di seluruh dunia. Tapi di Indonesia ekonomi Islam masih dipandang sebelah mata oleh sebagian besar masyarakat muslim di Indonesia. Hal ini dikarenakan sosialisasi sistem ekonomi Islam yang masih kurang dilakukakan meskipun sekarang Indonesia telah memiliki UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU Perbankan Syariah.
Mahasiswa sebagai agent of change dituntut untuk dapat memberikan perubahan yang positif bagi lingkungannya. Dalam hal ini, mahasiswa harus mampu menunujukkan peranya dalam meningkatkan kesejahteraan umat dan mengurangi angka kemiskinan. Pemikiran lama yaitu tugas memasyarakatkan ekonomi Islam hanya tugas para ahli ekonomi dan praktisi ekonomi Islam harus ditinggalkan. Mahasiswa juga berkewajiban dalam memasyarakatkan ekonomi Islam.
Berbagai peran dapat diambil oleh mahasiswa dalam memasyarakatkan ekonomi Islam. Peran yang paling sederhana adalah sosialisasi dari mulut ke mulut (door to door) terhadap lingkungan sekitarnya seperti keluarga dan teman-temannya sampai ke peran yang besar sekalipun seperti terjun langsung ke sebuah lingkungan dan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan tersebut.
Mahasiswa yang mengambil peran tersebut hendaknya bukan mahasiswa Fakultas Ekonomi atau mahasiswa yang mengambil studi ekonomi Islam saja, tapi juga dilakukan oleh mahasiswa secara keseluruhan tanpa memandang studi yang diambilnya. Karena untuk mewujudkan sebuah perubahan, diperlukan dukungan dari semua element pengusung perubahan itu sendiri (mahasiswa). Tetapi, untuk langkah awal pergerakan ini, tampaknya masih fokus dilakukan oleh mahasiswa yang memang memiliki latar belakang ilmu ekonomi, terutama ekonomi Islam.
Islam menghendaki supaya manusia selalu berada pada martabat yang tinggi dan luhur. Islam memandang mausia sebagai makhluk hidup yang mempunyai roh, akal dan hati. Islam hendak meningkatkan manusia dari makhluk yang hanya mempunyai rasa indera, seperti alam tumbuhan, kepada alam hewani dan meningkatkannya terus sehingga menjadi makhluk yang berakal, berperasaan, dan rasa indra. Islam juga menghendaki agar manusia menjadi anggota yang berdaya guna bagi masyarakat.
Kemiskinan dapat berakibat:
1. Membahayakan aqidah, kemiskinan merupakan ancaman yang serius terhadap aqidah, terutama kaum miskin yang hidup di lingkungan kaum berada yang berlaku aniaya. Terlebih jika kaum miskin tersebut bekerja dengan susah payah sementara golongan kaya hanya bersenang-senang. Kondisi seperti ini dapat menebarkan benih keraguan terhadap kebijaksanaan dan keadilan Tuhan mengenai pembagian rezeki.
2. Membahayakan akhlak dan moral, yaitu selain berbahaya terhadap aqidah dan keimanan, kemiskinan pun berbahaya terhadap moral.
3. Membahayakan keluarga, yaitu merupakan ancaman terhadap keluarga. Baik terhadap pembentukan, kelangsungan, maupun keharmonisannya. Kemiskinan merupakan salah satu rintangan besar bagi para pemuda untuk melangsungkan perkawinan, seperti terpenuhinya berbagai syarat dan sebagainya.
Kemiskinan tidaklah selamanya mengakibatkan ketidakbahagiaan karena banyak juga orang melarat yang dalam hidupnya ternyata lebih gembira dan bahagia daripada orang kaya. Tapi kemiskinan mengakibatkan degradasi, sehingga membahayakan bagi suatu masyarakat. Kejahatan yang ditimbulkannya bersifat menular, dan tidak dapat dihindari hanya dengan pengasingan diri orang-orang kaya dalam bentuk apapun.
C. Pengembangan Kurikulum Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam
Salah satu problematika mendasar yang dihadapi oleh para pakar maupun praktisi ekonomi syariah adalah masih minimnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) yang memiliki penguasaan ilmu ekonomi yang berbasis pada syariah. Permasalahan ini mendorong berbagai kalangan syariah untuk mencari solusinya. Dan diantara langkah-langkah tersebut adalah membangun institusi pendidikan ekonomi syariah yang berkualitas. Untuk mewujudkan ini dibutuhkan adanya kerja keras dan perencanaan yang matang, agar output yang dihasilkan benar-benar mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada. Menurut data Bank Indonesia, diperkirakan bahwa dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan, dibutuhkan tidak kurang dari 10 ribu SDM yang memiliki basis skill ekonomi syariah yang memadai. Ini merupakan peluang yang sangat prospek, sekaligus merupakan tantangan bagi kalangan akademisi dan dunia pendidikan kita. Tingginya kebutuhan SDM ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah semakin dapat diterima oleh masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan SDM yang memiliki kualifikasi yang memadai, maka peran institusi pendidikan, termasuk perguruan tinggi khususnya Perguruan Tinggi Agama Islam, beserta kurikulumnya menjadi sangat signifikan. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, yaitu:
Pertama, memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum pendidikan ekonomi/Syariah, dimana sudah saatnya ada ruang bagi pengkajian dan penelaahan ekonomi syariah secara lebih mendalam dan aplikatif.
Kedua adalah dengan memperbanyak riset, studi, dan penelitian tentang ekonomi syariah, baik yang berskala mikro maupun makro. Ini akan memperkaya khazanah keilmuan dan literatur ekonomi syariah, sekaligus sebagai alat ukur keberhasilan penerapan sistem ekonomi syariah di Indonesia.
Dan ketiga adalah dengan mengembangkan networking yang lebih luas dengan berbagai institusi pendidikan ekonomi syariah lainnya, baik skala nasional maupun internasional.
Perkembangan saat ini, yaitu sejak berdirinya Perbankan Islam dengan berdirinya bank umum Islam pertama yang beroperasi di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, dan Lembaga Keuangan Syari’ah lainnya, Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri/Swasta maupun Perguruan Tinggi Umum lainnya telah merespon dengan membuka jurusan dan program studi Ekonomi Islam, Perbankan Islam, Manajemen Islam, maupun Akuntansi Syari’ah.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa perkembangan lembaga keuangan syari’ah khususnya perbankan Islam cukup membanggakan, dan pada saat yang bersamaan Perguruan Tinggi Agama Islam pun berpacu mengembangan jurusan/program studi ekonomi Islam. Karena hal itu merupakan peluang sekaligus tantangan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perluasan bidang kajian syariah secara drastis dalam kehidupan ekonomi dan bisnis. Perluasan itu juga terkait dalam bidang:
1. Perbankan
2. Asuransi
3. Koperasi (BMT)
4. Pasar Modal Syariah (Syariah index)
5. Pasar uang
6. Multi Level Marketing
7. dan lembaga keuangan syariah lainnya.
Untuk itu, maka beberapa hal yang harus diperhatikan oleh PTAI adalah:
1. Tujuan pengajaran Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi
Tujuan pengajaran Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi diarahkan untuk membekali mahasiswa:
Menguasai bahasa Arab secara baik
Memiliki pengetahuan syariah pada umumnya dan ekonomi Islam pada khususnya.
Mengetahui wacana ekonomi konvensional
Mengetahui alat-alat analisis kuantitatif dan kualitatif
Cakap mengevaluasi secara kritis terhadap teori ekonomi konvensional
Memiliki kesadaran profesional akan pendekatan-pendekatan baru dalam membangun ilmu pengetahuan ekonomi dan lembaga keuangan syari’ah.
Memotivasi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan, dan
Menyiapkan mahasiswa masuk dunia kerja dengan tujuan untuk mendukung usaha Islamisasi pada khususnya, dan menjalani kehidupan pada umumnya.
Disamping itu proses seleksi mahasiswa harus memenuhi standar kemampuan dibidang; kemampuan potensi akademik, kemampuan bahasa Inggris, kemampuan bahasa Arab, dan kemampuan matematika.
2. Srategi Pengembangan Kurikulum Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi
Ada 2 alternatif strategi pengembangan kurikulum ekonomi Islam;
Ekonomi Islam sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri dan terdiri dari beberapa mata kuliah.
Materi Ekonomi Islam tidak berdiri sendiri, akan tetapi dimasukkan dalam berbagai mata kuliah ekonomi yang telah ada.
Namun bagi perguruan tinggi yang belum bisa menerapkan kurikulum ekonomi Islam secara luas, paling tidak dapat memasukkan norma, etika Islam dalam topik-topik mata kuliah tertentu, seperti; Pengantar Ekonomi Mikro, Pengantar Ekonomi Makro, Sistem Ekonomi, Ekonomi Moneter dan Fiskal, Pengantar Manajemen, Pengantar Kewirausahaan, dan lain sebagainya.
3. Tenaga Pengajar Ekonomi Islam sebaiknya ditugasbelajarkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga yang bersangkutan memiliki kualifikasi yang memadai dalam upaya melakukan kolaborasi materi pengajarannya. Dan tenaga pengajar ekonomi Islam harus memiliki beberapa kriteria berikut; latar belakang keilmuan, pengalaman mengajar, dan pelatihan-pelatihan penunjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar